Sambutan Presiden RI Pada Acara Pelepasan Guru Garis Depan (GGD) di Halaman Istana Merdeka, 25 Mei 2015

Sahabat Edukasi yang berbahagia…

Sebagaimana informasi sebelumnya yang admin situs Kemdikbud.go.id bahwasannya Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), secara resmi melepas 798 Guru Garis Depan (GGD) angkatan pertama dari Istana Kepresidenan ke wilayah-wilayah terdepan Indonesia hari ini. 

Mereka yang berstatus Calon Pegawai Negeri Sipil berasal dari 24 provinsi itu akan bertugas di 28 kabupaten yang tersebar di empat provinsi yaitu Nusa Tenggara Timur, Papua, Papua Barat, dan Daerah Istimewa Aceh. GGD ditempakan secara permanen di wilayah-wilayah tersebut untuk menjalankan amanat konstitusi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Baca juga : Lokasi Penempatan / Penugasan Guru Garis Depan (GGD) Tahun 2015 Angkatan Pertama

Presiden Jokowi menyampaikan, keberangkatan 798 orang GGD adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga pendidik atau guru bagi anak-anak di wilayah tersebut. “Daerah-daerah tadi memerlukan guru, memerlukan pendidik untuk anak-anak kita,” katanya saat memberikan sambutan dalam acara Pelepasan Guru Garis Depan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (25/5/2015).

Sehubungan dengan pelepasan GGD angkatan ke-1 tahun 2015 tersebut, berikut sambutan Bapak Presiden RI, Joko Widodo selengkapnya :

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamualaikum wr.wb

Yang saya hormati seluruh Menteri Kabinet Kerja, para gubernur, seluruh jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Serta Bapak/Ibu dan Saudara-saudara semuanya. Seluruh Guru Garis Depan (GGD) yang hadir pada pagi hari ini.

Ini adalah angkatan yang pertama, yang akan kita berangkatkan sebanyak 798 guru. Kenapa harus kita lakukan program ini? Kita tahu semuanya, negara kita ada lebih dari 17 ribu pulau. Pulau besar, sedang, maupun kecil. Kita juga mempunyai daerah-daerah yang terpencil, daerah-daerah perbatasan, kabupaten-kabupaten yang memerlukan pendidikan, pendidik, guru, yang saya lihat waktu saya ke daerah, ke Dompu, ke Merauke, ke perbatasan di Entikong, di Pulau Sebatik.

Memang daerah-daerah tadi memerlukan guru, pendidik untuk anak-anak kita. Ini adalah angkatan pertama, dan akan kita lihat perkembangan selanjutnya. Apabila kebutuhan itu memang sangat diperlukan, dan saya melihat sangat diperlukan, akan disusul dengan angkatan yang berikutnya. Angkatan kedua, ketiga, keempat, dan selanjutnya.

Tapi berbahagialah, Bpak/Ibu dan Saudara-saudara semuanya menjadi angkatan pertama. Dan tadi sudah disampaikan oleh Pak Menteri Pendidikan, bahwa Bapak/Ibu dan Saudara-saudara semuanya adalah pejuang, karena tempat yang akan dituju adalah memang tempat-tempat yang sulit, terpencil, lokasi-lokasi perbatasan, dan ini tidak usah menjadi keraguan.

Saya melihat pancaran optimisme di wajah-wajah Bapak/Ibu dan Saudara-saudara semuanya. Karena penempatannya masih berada dalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dan saya minta coba satu yang paling belakang maju.

Bapak/Ibu dan Saudara-saudara semuanya, pemerintah sangat berkomitmen untuk mewujudkan pemerataan pendidikan, pemerataan fasilitas pendidikan di seluruh wilayah, yang terutama sudah diidentifikasi sebagai wilayah yang tingkat dan pelayanan pendidikannya masih rendah dan kurang baik.

Baik yang menyangkut biaya pendidikan, distribusi guru yanbg ada di situ, baik sarana prasarana yang akan terus akan kita tingkatkan, baik juga yang menyangkut infrastruktur untuk mencapai dari rumah ke sekolah. Saya pernah bertanya di Wamena, anaknya saya tanya, berangkat dari rumah menuju sekolah berapa menit. Jawabannya, jalan kaki 2,5 jam.

Ini masalah infrastruktur, ini menjadi tugas dari pemerintah. Juga tentu saja kita ingin agar nanti ada peningkatan jaminan hidup yang memadai bagi para guru yang ditugaskan di tempat-tempat terpencil, dengan memberikan sebuah tunjangan fungsional, pemberian asuransi yang menjamin keselamatan dan kesehatan. Dan fasilitas-fasilitas memadai dan upaya pengembangan keilmuan serta peningkatan promosi dan karir.

Sekarang saya mau bertanya dulu.

Presiden: Nama? Nama Agustin, saya sudah baca. Dari mana?

Agustin: dari Sragen, pak.

Presiden: Sragen di mana itu?

Agustin: Jawa Tengah, dekat Solo, Pak.
Presiden: Saya ngerti. Biar yang lain tahu Sragen itu ada di mana. Kalau saya sudah tahu. Ditempatkan di mana?
Agustin: Saya ditempatkan di Manggarai di Nusa Tenggara Timur.
Presiden: Tahu Nusa Tenggara Timurnya di mana? Pernah ke sana?
Agustin: Pernah lewat.
Presiden: Apa yang ada dibayangan, Manggarai Sepeti apa?
Agustin: Kabupaten Manggarai termasuk daerah yang dingin. Rakyatnya sangat ramah dan mempunyai toleransi yang tinggi dengan warga yang lain.
Presiden: Kalau rakyat Indonesia dari Sabang-Merauke semuanya ramah, jadi tidak usah ada yang takut. Ramah semuanya sampai di pedalaman pun yang saya lihat, saya rasakan semuanya ramah. Jadi tidak usah ada rasa khawatir. Kenapa mau masuk ke dalam program Guru Garis Depan ini?
Agustin: Karena pendidikan di Indonesia itu belum merata, masih ada anak-anak yang membutuhkan tenaga pendidik yang mau ditempatkan di daerah terpencil, sehingga pendidikan di Indonesia bisa merata.

Presiden: Kalau kita lihat memang di daerah terpencil banyak guru, satu guru mengajar beberapa kelas. Satu guru mengajar beberapa mata pelajaran. Inilah yang ingin kita ratakan agar daerah, misalnya di Jawa dengan di Indonesia bagian Barat, Tengah, dan Timur, betul-betul mempunyai sebuah kualitas yang rata. Baik semuanya, sangat baik semuanya. Targetnya ke sana, jangan sampai terjadi sebuah ketimpangan dan kesenjangan yang sangat lebar. Itu yang tidak kita inginkan.

Jadi apa yang mau diberikan kepada anak-anak di sana nantinya?

Agustin: Yang utama yaitu pendidikan, juga memberikan supaya mental mereka lebih bagus, tidak minder.

Presiden: Saya titip jangan lupa berikan pendidikan karakter mental yang baik bagi anak-anak kita. Seperti yang tadi disampaikan oleh Agustin, bahwa anak-anak yang berasal dari daerah terpencil harus mempunyai juga sebuah kebanggaan, bahwa mereka juga adalah Indonesia, dan mereka juga sama seperti daerah-daerah lainnya.

Terima kasih, Agustin. Kembali ke tempat. Salaman dulu.
Bapak yang satu paling depan maju. Hidayat dari mana?
Hidayat: dari Padang Pariaman.
Presiden: dari Sumatera Barat, ditempatkan di mana?
Hidayat: Saya ditempatkan di Kabupaten Rote Ndau, Nusa Tenggara Timur.

Presiden: Banyak juga tempat-tempat yang kita sebagai rakyat belum tahu, di mana itu Kabupaten Dompu, di mana itu kabupaten yang jauh-jauh yang pernah dengar saja kita tidak. Tetapi semuanya sangat beruntung sekali, bahwa Saudara-saudara semuanya mau ditempatkan di mana saja, terutama di daerah-daerah perbatasan terpencil, daerah-daerah yang kekurangan tenaga pendidik, guru, dan ini akan menjadi sebuah program pertama, yang terus akan kita evaluasi, dan kalau kita lihat positif dan sangat diperlukan nanti akan dilanjutkan dengan angkatan kedua, ketiga, dan keempat.

Kenapa mau ditempatkan di Nusa Tenggara Timur?

Hidayat: Karena selama pengalaman saya mengajar di daerah NTT selama satu tahun di Kabupaten Ende, saya merasakan nuansa yang baru, dengan anak-anak yang penuh semangat. Dan ketika saya mengajar di kota, tidak sama dengan mengajar di desa. Mereka dengan begitu jarak yang jauh, memakan waktu yang cukup lama, tetapi mereka dengan semangat datang ke sekolah walaupun tidak memiliki alas kaki dan perlengkapan yang memadai.

Presiden: Itu yang saya lihat, Saudara-saudara seperti yang tadi saya ceritakan. Anak setiap hari pergi ke sekolah berjalan kaki 2-2,5 jam. Bayangkan, kita harus mempunyai bayangan-bayangan seperti itu. Itulah semangat anak-anak kita yang harus didukung dengan keberadaan Saudara-saudara semuanya dan juga nantinya dengan peningkatan fasilitas-fasilitas yang ada di daerdah-daerah yang memang memerlukan.

Apa harapan dari program ini, Hidayat?

Hidayat: Saya harap Guru Garis Depan ini bisa menginspirasi kepada murid-murid, siswa-siswa, dan peserta didik yang di daerah terdepan dari Indonesia bisa menjadi sukses dengan adanya sistem ini. Kenapa? Karena saya sendiri dari Padang bisa pergi ke NTT, tempat yang baru, rumah saya yang baru. Dan di situ nanti saya mengajarkan bahwa, anak-anak NTT juga bisa pergi ke Pulau Jawa untuk menikmati pendidikan yang memadai, dan nanti bisa bekerja di Sumatera, di Jawa, di Kalimantan, dan Sulawesi. Jadi tidak ada yang namanya kesukuan, jadi yang NTT bekerja di NTT, yang Sumatera bekerja di Sumatera, tetapi seluruh peserta didik atau putra putri daerah bisa menikmati pendidikan, bisa menikmati jenjang karir di seluruh wilayah NKRI.

Presiden: Ini yang saya perlukan. Terakhir ini yang saya perlukan, saya kira semua sudah dengar. Memang harapan kita itu, tidak perlu saya ulang lagi. Harapan kita adalah tadi yang disampaikan terakhir oleh Hidayat. Dan kita harapkan semuanya nantinya memberikan pemahaman kepada anak didik kita, bahwa kita bisa bekerja di manapun dari Sabang-Merauke. Anak-anak harus diberikan pemahaman itu bahwa mereka anak Indonesia, dan bisa bekerja di jakarta, Padang, Aceh, yang dari Papua. Atau misalnya yang dari Aceh bisa bekerja di papua dan selanjutnya.

Terima kasih, Hidayat.

Saya kira tidak ingin terlalu banyak memberikan pesan-pesan, tetapi apa yang tadi saya sampaikan dan sudah disampaikan oleh Agustin dan Hidayat tadi sudah bisa menjadi catatan kita semuanya, bahwa Saudara-saudara semuanya berangkat dengan sebuah semangat yang sama untuk mencerdaskan anak-anak kita.

Dan terakhir, marilah kita wujudkan pemerataan pendidikan di seluruh tanah air, dai Sabang-Merauke, dari Miangas-Rote. Selamat bekerja, selamat berjuang untuk seluruh GGD yang pada hari ini akan kita berangkatkan. Dan di pundakmulah anak-anak kita, anak-anak bangsa saya titipkan pendidikannya.

Terima kasih. Wassalamualaikum wr.wb.

Referensi artikel : Sambutan Presiden Joko Widodo Pada Pelepasan Guru Garis Depan, di, Halaman Istana Merdeka, Jakarta, 25 Mei 2015 - setkab.go.id

0 Response to "Sambutan Presiden RI Pada Acara Pelepasan Guru Garis Depan (GGD) di Halaman Istana Merdeka, 25 Mei 2015"

Post a Comment